Seminggu ini beban prosesor di kepala Aseng agak ringan krn ga usah mikirin dapur yg mesti berasap. Banyak mobil yang masuk bengkel gara2 banjir yg disebabkan hujan yg berkepanjangan, yang berarti bonusnya makin tinggi. Sepertinya situasi langit bertolak belakang dgn wajah Aseng, maksudnya kalo langit mendung terus maka wajah Aseng bakal cerah terus krn bakal banyak omset di bengkel. Berbahagia di atas penderitaan orang lain?? ga juga sih, hal tersebut kan relatif . Apalagi para supir angkot yg awalnya memandang najis saat kendaraan mereka bertemu dilampu merah jadi mendadak ramah, maksudnya biar Aseng senang dan mendahulukan servisan mobil mereka. Karena itu sepulang ke rumah atau sambil mengutak-atik selangkangan mobil, ia sempat utk mikir yang tidak2.
Tapi bukan masalah bengkel yg dipikirkannya, melainkan apa yang dia baca ttg keluarga yg mati kelaparan dan Kriteria miskin yang dibuat oleh BPS. Disana diceritakan tentang Daeng Besse (36), seorang ibu yang sedang mengandung tujuh bulan, yang ditemukan meninggal bersama anaknya bernama Fahril (4), Jumat (29/2) lalu. Kepergian keduanya menghentak, sebab terjadi karena kelaparan. Keluarga itu kelaparan karena Sebagai penarik becak, Basri hanya bisa menghasilkan uang maksimal Rp10 ribu setiap hari untuk isteri dan lima anaknya.
Bukankah dengan kematian itu sekaligus mematahkan kriteria miskin yg di buat oleh BPS berdasarkan informasi dari blognya bung Novri. Kriteria miskin yg dibuat adalah pendapatan 170rb per bulan, berarti sehari kira2 5700 rupiah. Sedangkan pendapatan Basri di kasus atas hampir dua kali lipat dari kriteria pendapatan yg disebut miskin. Berarti menurut kriteria tsb. sang tukang beca ga miskin dong. Tapi kok bisa mati kelaparan istri dan anaknya?? bahkan menurut Basri keluarganya itu sudah 3 hari tak makan. Jadi bagaimana ya pertanggung jawaban org2 yg membuat kriteria tsb?? Memang benar pendapat bung Novri bahwa itu garis kematian (sudah terbukti di atas) bukan garis kemiskinan.
Ketika mencoba membayangkan org2 yg membuat kriteria miskin itu, Aseng jadi teringat kembali pada si “bapak Vios” yg legendaris di otaknya itu . Dan Aseng pun mengangguk-angguk paham darimana asal usul kriteria tsb sebelum prosesor dikepalanya hang. Bagaimana tidak hang, wong pendapatan Aseng yg 1 jt / bulan (33.300 rupiah/hari) aja ngos2an ngutang sana sini padahal anaknya baru 3, konon pula kalo 170 rb / bulan?? Bisa2 cuman makan air rebusan batu-bata deh… hihihi
Oh ya, Aseng titip pesan ke saya mengajak teman2 sekalian utk ikut meringankan beban saudara2 kita yg “diatas” garis kemiskinan yg seperti itu dan dibawah garis kekayaan tsb. 🙂
Terima kasih tulisannya.
Hik…
Menangis sedih
Sediiiiihhhh
kapan kemiskinan berakhir?
CY : Saat dunia berakhir, maka kemiskinan akan berakhir Han.., kalo ga gitu mana ada lagi daya tarik kenikmatan reinkarnasi?? 🙂
tulisannya menggugah semangat untuk berbuat.. saya mendukung sepenuhnya…
CY : Terimakasih atas dukungannya 🙂
Saya mendukung sepenuhnya, kita harus mulai dari yang kecil dan bertindak saati ini sekarang juga untuk kepedulian sosial ditengah ketidak mampuan pemerintah dan aparatnya untuk melindungi sesama kita yang terkecil.
😦
http://newritasharon.multiply.com/
[…] Miskin Lalu Mati […]
tenang Bro, itu kan bagian dari usaha pemerintah untuk mengurangi orang miskin; yang penting kan outputnya bisa dicapai yaitu jumlah orang miskin berkurang. gak penting berkurangnya karena apa.
btw, pasti nanti ada yang marah sama saya kalo bilang itu garis kematian. mereka pasti nuduh saya bagian dari kelompok ekonom tukang protes; padahal saya ekonom aja bukan 😆
CY : Ah hahaha…, sebenarnya anak
TKSD saja sudah cukup utk tau bahwa kriteria itu garis kematian, ga perlu sampe sekelas ekonom kok bung Novri. Brapa bungkus sih nasi yg bisa dibeli dgn 5rb rupiah?? Beras 20 kg aja udah 100rb. 😆[…] Miskin lalu mati ?? […]
Tak ada negara besar tanpa orang miskin, tapi setidaknya jangan smpai level mati kelaparan deh…
Kalo negara masih susah mengatasi semuanya, yg bisa diharapkan memang kepedulian sosial. Nah, tetangga2 atau ketua RTnya Basri tu kmana aja ya…? 🙄
Sy blum bisa berbagi neh, masih kere… 😀
Tak ada negara besar tanpa orang miskin, tapi setidaknya jangan smpai level mati kelaparan deh…
Kalo negara masih susah mengatasi semuanya, yg bisa diharapkan memang kepedulian sosial. Nah, tetangga2 atau ketua RTnya Basri tu kmana aja ya…? 🙄
Sy blum bisa berbagi neh, masih kere… 😀
CY : Kere? Berbagi kan ga melulu harus berkaitan dgn uang, bisa juga dengan tenaga,waktu, dan ide2. 🙂
[…] Miskin lalu mati ?? […]
[…] → Bandingkannn!!! → Atas Nama Kemanusiaan → Aksi Nyata Anti Kelaparan → Stop Kelaparan → Miskin Lalu Mati → Nasi Aking dan Sirnanya Empati Kita Terhadap Sesama → Mari Peduli → Peduli, Peduli Yuk […]
[…] Miskin lalu mati ?? […]
😦
satu juta gaji per bulan.
beli KB pun susah.. 😦
anak jadi makin nambah terus..
CY : ah hahaha… betul Tik.. betul, dan menurut si “pembuat Kriteria” itu tidak termasuk miskin loh, tapi kaya… kaya anak dan kaya utang 😆
[…] Miskin Lalu Mati […]
[…] Miskin Lalu Mati […]
[…] Mari Menyatakan Kespritualan Kita 2. Miskin lalu mati ?? 3. Aksi Nyata Anti Kelaparan, Meski Kecil 4. TPC – GO BLOG CAMPAIGN : TuguPahlawan.Com 5. Stop […]
[…] 1. Stop Kelaparan Dan Gizi Buruk 2. Aksi Nyata Anti Kelaparan, Meski Kecil 3. Peduli, Peduli Yuk Kita Peduli, 4. Nasi Aking dan Sirnanya Empati Kita Terhadap Sesama 5. Dimanakah Empati Kita Terhadap Sesama 6. Lapar Menjemput Ajal Pedulikah Kita 7. Miskin Lalu Mati […]
[…] → Bandingkannn!!! → Atas Nama Kemanusiaan → Aksi Nyata Anti Kelaparan → Stop Kelaparan → Miskin Lalu Mati → Nasi Aking dan Sirnanya Empati Kita Terhadap Sesama → Mari Peduli → Peduli, Peduli Yuk […]
[…] Miskin lalu mati ?? […]
[…] – Pilihan, […]
itu orang BPS yang ngitung..
pake komputer 386 mungkin ya…
dasar kenthirr..
bener boss, 170 /bulan makannya bata merah bekas..
CY : Hwaduhhh… udah bata merah, bekas lagi… hihihi 😆
[…] -Restlessangel -Cakbud -Daniel -Fira -Charles -Yonky -Amril -Nexlaip -Oktasihotang -Fertob – Ina -CY -cHika -Moerz – Abeeayang -Blogie -Suara Rakyat -Kang Tutur – Celotehsaya -Annot -Daengbattala […]
[…] lapar, sedekah | Tampaknya sekarang lagi musim kampanye anti kelaparan. Baca blog ini, itu, sana, sini, situ… dan masih banyak lagi. Alhamdulillah, ternyata banyak blogger yang […]
[…] Miskin Lalu Mati […]
[…] Miskin Lalu Mati […]
[…] sekarang lagi musim kampanye anti kelaparan. Baca blog ini, itu, sana, sini, situ… dan masih banyak lagi. Alhamdulillah, ternyata banyak blogger yang peduli […]
huff, masalah kemiskinan…
harus diperbaiki, diawali dengan mengubah tradisi bangsa indonesia sebagai bangsa yang malas. bahwa tidak ada yang dapat merubah nasib seseorang, kecuali dirinya sendiri.
berarti bangsa indonesia perlu disadarkan.
pendidikan tetap kunci utamanya.
tapi bukan hanya pendidikan. masih sangat banyak orang sangat pintar di indonesia yang cuma jadi ‘babu yang malas’.
harus dibudayakan juga iklim kerja keras, perjuangan, sikap pantang menyerah.
banyak orang miskin yang berdalih miskin karena ‘nasib’, padahal, mereka baru 100 meter dari garis start dari perlombaan 100.000 kilometer.
bantu mereka menyadarkan, setidaknya, sebelum menyerah, mereka harus melangkah 10.000 kilometer lagi deh.
begini CY, saia bukannya mau membela BPS. begini, apa definisi “keluarga” menurut BPS ?. saya yakin versinya adalah seperti ini (kurang lebih) “sekumpulan manusia yang tinggal dalam 1 atap yang terdiri atas bapak, ibu, dan 2 orang anak. jadi, menurut BPS kalau dalam 1 keluarga ada 4 kepala yang harus diberi makan, maka 170,000/bulan itu sudah cukup(munafik atau tolol ? ). dalam kasus basri tukang becak diatas, kita jadi bertanya-tanya, apa sih yang ada di dalam batok kepalanya si basri ini, lha wong udah tau kerjaan cuma tukang becak, lha kok rajin bener beranak (sampai 5 ekor). ya terang sajalah penghasilannya yang cuma cukup buat beli kacang rebus itu tdk mencukupi. saya sarankan kepada BPS u/ memperluas definisi miskin itu. karena sesungguhnya kemiskinan itu sangat kompleks dan dinamis, bukan cuma urusan perut cap udel doank.
[…] Berpanjang panjang saat wirid, komat kamit merapal berbagai bacaan berbahasa arab ketika menanti waktu adzan subuh juga ternyata tidak bisa memberikan perubahan positif hingga perubahan dramatis kepada kecerdasan dan kekayaan bangsa ini. Berbagai acara ceramah dan penyegaran rohani juga tidak bisa membuat negara ini bebas korupsi dan bebas kemiskinan. […]