Manusia dewasa sekarang terlalu arrogan utk mengakui kesalahannya di masa lalu. Padahal dengan mengakui kesalahannya segala sesuatu bisa diperbaiki dan mulai melangkah kembali dgn visi yg berbeda. Saya selalu coba menekankan pada rekan2 kerja di kantor bahwa kalau muncul masalah harus di diskusikan secara terbuka. Masing2 mengakui kesalahan langkahnya. Dalam sistim saya, setiap kegagalan yang terjadi harus kita cari solusinya, bukanlah mencari dulu siapa biang kesalahannya. Menghukum siapa yg jadi biangnya Itu hal yg paling terakhir, dan beberapakali saya abaikan. Bukan supaya mereka tetap berbuat salah, tetapi semacam penghargaan atas kejujurannya mengakui.
Prioritas saya utk setiap masalah adalah solusinya. Itu pasti. Buat apa repot2 cari cara menghukum biangnya tapi solusinya mandeg. Tentunya solusi bisa didapat kalau kita tau dimana letak kesalahannya dan siapa yg berbuat salah. Jujur saja, kalimat ini memang berputar2 ditempatnya, tapi kalau tujuan utamanya utk mencari solusi dan bukan menghukum orang pasti hasilnya beda. Semuanya akan terungkap dgn cepat krn si terdakwa merasa masih di “zona aman”.
Jadi ga dihukum? dibiarin aja? Siapa bilang ga dihukum… biarlah roda karmanya sendiri yg menghukum dia. Berbuat salah berarti menambah satu karma buruk, kemudian berbohong atas perbuatan salah itu berarti nambah lagi satu karma buruk. Ingin mendapat bonuskah dari karma buruk yg sudah ada?? Belum lagi akibat dari kebohongan itu. Yang pasti “bonus” nya akan beranak-pinak secepat katak dimusim hujan. Maka, akuilah kesalahan2 utk mencari solusi.
Kendati kengerian yang merebak dari ingatan tentang peristiwa tragedi itu cukup kuat, sesungguhnya kengerian yang lebih kuat justru memancar dari realitas ”perilaku enggan belajar” yang mengkristal telak dalam ketidakmauan untuk mengakui tragedi itu, yang disusul dengan pelupaan tragedi itu begitu saja. Di balik perilaku enggan belajar itu bekerja beberapa mekanisme defensi ego (operasi- operasi kejiwaan tak jujur dan tak realistis yang bertujuan menyelamatkan diri sendiri) yang terutama berupa proyeksi, formasi reaksi, dan pengingkaran. Ini menyerupai mekanisme defensi utama yang bekerja pada pasien-pasien skizofrenia.
Melalui mekanisme defensi proyeksi, manusia melekatkan kesalahannya sendiri kepada pihak lain hingga ia melihat pihak- pihak lain itulah yang bersalah. Bekerjanya mekanisme defensi ini melandasi munculnya gejala curiga berlebih terhadap siapa pun yang membicarakan atau mempersoalkan tragedi Mei.
Kutipan di atas ini saya ambil dari sini
Mudah-mudahan sindrom skizofrenia kita belum dalam taraf akut.
Jadi kesimpulannya, kalau kita mau tau dimana letak titik kesalahannya maka bebaskanlah orang2 yg mau mengakui kesalahannya. Saya bisa maklum kita begitu emosional ingin merobek2 si pelaku menjadi 18 bagian atau diseret ke neraka tingkat 10 dimana mataharipun lumer, orang terkasih kita dibantai sedemikian rupa. Tapi apakah cara itu bisa menghidupkan mereka yg sudah mati?? Apakah dgn cara itu bisa mencegah hal itu terulang berkali2 lipat lebih dahsyat dari sebelumnya?? Mari kita juga maafkan mereka, biar roda karma yg berputar utk mereka.
“Dalam keadaan salah kamu dipuji dan dibenarkan, itu merupakan hukuman“ Demikian ajaran Welas Asih Dewi Kwan Im.
“Apa yang di tabur, itulah yang akan di tuai” Demikian inti ajaran semua agama2 besar yg ada.
Saya juga tahu untuk mengaku salah itu susah bukan main, disana bermain banyak hal penting. Yang paling utama tentu saja gengsi, yang kedua masalah perut (takut kehilangan jabatan), kemudian rasa takut terhadap hukuman balasan. Tapi dengan mengaku, setengah hutang karma akibat kesalahan tersebut telah terbayar. Itu lebih baik daripada membayarnya disaat terlahir kembali, tak ingat apa2, tapi harus menderita membayar hutang karma, itu lebih menyakitkan lho.
Mari belajar mengakui kesalahan dan memperbaikinya demi kehidupan yg lebih berkwalitas…
Ditulis utk memperingati Tragedi Mei 1998 dan Aksi Blogger Bersatu untuk Hak Asasi Manusia 15 Mei 2008
Vote CY for The President!
CY : Oalah… 😆
kan katanya bangsa yang besar itu bangsa yang bisa belajar dan mau mengakui kesalahan di masa lalu.
CY : Seharusnya memang begitu 🙂
Sip, telah mengingatkan.
iyap sepakat… tapi kesalahan bukan untuk diteruskan yakz.. tapi diperbaiki 🙂
CY : Betul, mengulang kesalahan yg sama adalah kesengajaan. 🙂
Memaafkan ya…
Saya jadi ingat waktu nulis bahwa secara pribadi saya memaafkan mantan Presiden ke-2 di postingan lama. Teman-teman pada protes semua.
Dan saya tanya: Apa dengan memaki-maki orang yang sudah mati lalu dia hidup lagi untuk dipijak-pijak, hutang negara lunas, BBM tak perlu subsidi, skandal BLBI usai dan kekayaan Soeharto dikembalikan dengan sukarela?
Solusi, itu yang saya mau. Masih ada cukup banyak antek-antek dan deposito yang masih bisa dibidik. Tergantung apa mau tegas atau tidak.
Ah ya… memaafkan itu sulit. Manusia terbiasa dengan dendam…
CY : Memang sulit, tapi kalo kita teliti sama sekali tak ada yg bisa dihasilkan oleh sebuah dendam, kecuali dendam berikutnya.
Buat saya bukan mengakui kesalahan yang sulit tapi membuat orang-orang memaafkan itu jauh lebih sulit …. dalam kasus Mei, saya TIDAK ingin ikut menghakimi, itu hak TUHAN kan? bukan hak kita sebagai manusia …
Salah menurut kita karena kita tidak tahu sebabnya … lalu kita menghakimi semua yang tidak jelas, ah jauh kan saya dari sifat picik ini.
CY : Sama sulitnya sih, sulit mengakui krn memaafkan juga sulit. Kalau semua dipermudah, solusinya juga mudah. Intinya jgn sampai melibatkan emosi. Kalau pihak bersalah sudah mengakui maka selesai sudah beban si bersalah, nah bagi yg tidak mau/sulit memaafkan berarti dia menanggung bebannya sendiri.
apakah saya termasuk penderita schizophrenia…? (***pergi bercermin***)…semoga saja tidak demikian.
Saya punya penyakit susah memaafkan orang lain, ditambah lagi penyakit saya susah mengingat kesalahan orang lain. Jadi apakah saya berkepribadian ganda…?
CY : Susah bukan berarti tidak bisa kan bang? 🙂
Mengenai Tragedi Mei….
Bagi para keluarga korban memang bukanlah hal yang mudah untuk memaafkan, apalagi melupakan.
Bukankah kata maaf tidak akan membuat karma terhenti….? atau bagaimana…?
—salam—
CY : Kata maaf dalam hal ini utk mencari solusi bang, supaya tau antisipasinya agar tak terulang di kemudian hari. Saya pernah bilang sih ke teman2, karma itu tak akan bisa dihentikan oleh apapun bahkan oleh Tuhan sendiri, krn berarti itu akan melanggar sifat Maha AdilNya. 🙂
hueee… mungkin skizofrenia ngga tapi gimana dong… kita sebagai warga dari negara yang patologis, dengan sadar maupun tidak sudah punya bibit patologis yang sangat mudah jadi kronis 😀
CY : Nah, dalam hal ini kita perlu mencari solusi utk pencegahannya di masa depan. Masing2 pihak perlu berbenah diri. 🙂
Iya om,, saya memang banyak salah..
Minal aidzin wal faidzin ni om,,
#nangis#
maafkan saya
karena kadang itu adalah hal tersulit bagi saya untuk dilakukan
CY : Memang itu hal yg paling sulit, saya sendiri juga merasakannya.
Salam
saya kira memaafkan akan membawa dampak lebih baik, karena hakikatnya semua yang terjadi adalah kehendak Yang Maha Kuasa.
@nenyok
Kalau dibilang semua yg terjadi adalah kehendak Yang Maha Kuasa saya kurang setuju. Semua yg terjadi adalah akibat pilihan bebas yg diberikanNya pada kita, dan kita sendiri yg harus mempertanggungjawabkan perbuatan kita di kemudian hari. 🙂
betul mas, setuju sekali.
semua kesalahan harus dijadikan pembelajaran.
ada tertulis :
“cuma keledai yang terperosok ke dalam lubang yang sama lebih dari sekali.”
(dan tentu saja seorang suami) 😆
Saya setuju dengan mengakui kesalahan,brati kita sadar kita berbuat salah dan berusaha tidak mengulanginya lagi.
kata maaf jika diucapkan mesti dari lubuk hati.jangan hari ini minta maaf besok or lusa diulang lagi.
kita juga mesti bisa memaafkan orang lain jika dia telah melakukan kesalahan,dan mengaku dia bersalah , brati kita telah memberi dia kesempatan untuk menjadi lebih baik (berubah)dan tidak mengulanginya lagi.
Dengan mengaku kesalahan, masalah yang besar menjadi kecil masalah yang kecil menjadi tidak ada.